Wednesday, August 15, 2012

DESA TAKPALA - PULAU ALOR

Desa Takpala adalah sebuah kampung tradisional di atas sebuah bukit namun sekaligus tidak begitu jauh dari pesisir pantai. Lokasinya berada di Desa Lembur Barat, Kecamatan Alor Tengah Utara, Kabupaten Alor. Sebagai kampung tradisional, Takpala memiliki belasan rumah adat berbentuk limas beratap ilalang yang tertata cukup baik. Kampung adat ini kiranya patut masuk dalam daftar agenda kunjungan Anda selama berada di Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur.

Desa Takpala mencuat dalam daftar kunjungan wisatawan asal Eropa setelah seorang turis warga Belanda bernama Ferry memamerkan foto-foto warga kampung ini tahun 1973. Ia mengambil foto warga Kampung Takpala untuk kalender dan mempromosikan bahwa di Pulau Alor ada kampung primitif. Sejak saat itu Desa Takpala dikenal orang-orang Eropa dan turis pun berdatangan ke kampung ini. Selain itu, tahun 1980 Kampung Takpala juga sempat menjadi juara 2 tingkat Nasional untuk kategori desa paling tradisional. Sejak 1983 Kampung Takpala ditetapkan sebagai salah satu tujuan wisata di Pulau Alor oleh Dinas Pariwisata Alor.

Kata takpala sendiri berasal kata tak (artinya ada batasnya) dan kata pala (artinya kayu). Berikutnya takpala diartikan sebagai kayu pembatas. Ada juga yang memberi definisi takpala sebagai kayu pemukul.

Suku Abui sendiri yang menghuni kampung ini adalah suku terbesar yang mendiami Pulau Alor. Mereka kadang biasa disebut juga Tak Abui (artinya gunung besar). Meski warga penduduk yang mendiami kampung ini hanya puluhan tetapi sebenarnya keturunan penduduk kampung ini telah tersebar dan telah mencapai ribuan orang. Masyarakat suku Abui dikenal begitu bersahaja dan sangat ramah terhadap pendatang.

Keseharian suku Abui di Desa Takpala ini adalah memanfaatkan hasil alam terutama hutan dengan berladang atau berburu. Otomatis saat siang hari kampung ini terlihat sepi karena sebagian dari mereka akan pergi mencari makanan ke hutan sekaligus berburu. Hasilnya selain dikonsumsi sehari-hari juga dijual di pasar. Makanan aslinya suku Abui umumnya adalah singkong dan jagung. Nasi kadang mereka konsumsi tetapi tetap dipadupadankan dengan singkong dan jagung (disebut katemak).

Kampung Takpala awalnya mendiami pedalaman Gunung Alor tetapi kemudian dipindahkan ke bagian bawah. Alasan pemindahan ini dahulu terkait kewajiban membayar pajak kepada Raja Alor (balsem). Utusan Raja Alor yang hendak memungut pajak kesulitan menjangkau kampung tersebut sehingga akhirnya dipindahkan ke bagian bawah. Adalah Bapak (alm) Piter kafilkae yang menghibahkan tanahnya untuk dijadikan lokasi Kampung Takpala seperti sekarang ini sejak tahun 1940an.

Rumah adat suku Abui di Kampung Takpala begitu sederhana namun memikat. Rumah adat ini dinamakan lopo. Bangunannya berbahan kayu berbentuk limas dan beratap ilalang terbuka seperti gazebo dengan dinding setinggi 90 cm dari bambu. Rumah adat ini disangga 6 tiang dari kayu merah dan mampu bertahan cukup lama. Ada dua jenis rumah lopo, yaitu kolwat dan kanuruat. Rumah kolwat terbuka untuk umum, siapapun boleh masuk termasuk anak-anak dan perempuan sedangkan kanuruat hanya boleh dimasuki kalangan tertentu.

Selain lopo ada juga fala foka yaitu rumah adat bertingkat 4 yang dihuni hingga 13 kepala keluarga. Rumah adat bertingkat ini lantai 1 digunakan untuk berkumpul dan menerima tamu, lantai 2 untuk ruang tidur dan masak, lantai 3 tempat menyimpan bahan pangan seperti jagung dan hasil bumi lainnya, dan lantai 4 untuk menyimpan barang-barang adat seperti moko, gong, senjata, dan lainnya. Warga Takpala mengklaim bahwa merekalah yang pertama kali membuat rumah tradisional bertingkat 4 di dunia.

Articles : http://indonesia.travel/id/destination/810/desa-takpala
Photo: Leonardus Nyoman

No comments:

My post