Perkampungan
Adat dan Benteng None
Salah
satu daya tarik adalah perkampungan adat masyarakat adat None, yang dihuni oleh
marga Tauho. Di tempat ini anda bisa menyaksikan Rumah-rumah adat orang Timor
berupa Ume Kbubu (Rumah Bulat) dan Lopo.
Dalam
filosofi orang Timor, Rumah Adat Ume Kbubu melambangkan wanita orang Timor yang
santun, bersahaja, merenda dan tertutup auratnya sebagaimana dilambangkan oleh
ume kbubu, dimana atapnya dari bubungan sampai ke tanah, dan memiliki satu
pintu saja, sehingga orang keluar masuk harus menunduk. Sementara Lopo, bagi
orang Timor melambangkan laki-laki, dimana agak terbuka, kokoh, dan sebagai
tempat untuk pertemuan keluarga, dimana selalu dipimpin oleh bapak selaku
kepala keluarga.
Terdapat
Benteng Pertahanan Masyarakat Adat None pada jaman dahulu melawan musuh dan
penjajah. Benteng tersebut terbuat dari batu-batu alam dan sejenis tanaman
berduri (Naus) yang ditanam berjejer sepanjang 1 km, sementara pada sisi yang
lain, terdapat jurang yang sangat terjal sehingga musuh sangat sulit sampai ke
perkampungan mereka.
Tarian
Perang (Ma'ekat)
Dalam tarian ini disuguhkan ketangkasan, kepiawaian, keberanian dan keheroikan para panglima dan prajurit perang (meo) dalam memerangi musuh di medan laga, yang kemudian memenangkan pertempuran dan melanjutkannya dengan pesta pora kemenangan lewat Tarian Bonet. Sejenis tarian gembira yang mengambil formasi bulatan sambil bergerak seiring jarum jam dengan panduan lantunan syair-syair pantun yang disebut ”Tne”.
Dalam tarian ini disuguhkan ketangkasan, kepiawaian, keberanian dan keheroikan para panglima dan prajurit perang (meo) dalam memerangi musuh di medan laga, yang kemudian memenangkan pertempuran dan melanjutkannya dengan pesta pora kemenangan lewat Tarian Bonet. Sejenis tarian gembira yang mengambil formasi bulatan sambil bergerak seiring jarum jam dengan panduan lantunan syair-syair pantun yang disebut ”Tne”.
Upacara
Adat Poit Pah
Upacara adat syukuran panen ini, biasanya dilakukan oleh orang Timor dalam memasuki musim panen, bersyukur kepada Allah sang pemberi rejeki atas hasil panenan yang melimpah sembari memohon berkat atas tanaman untuk musim tanam mendatang. Prosesi upacara adat ini, diawali dengan doa yang dilakukan oleh tetuah yang telah ditunjuk (Ana,am Nes).Korban-korban berupa ternak sapi dan babi serta hulu hasil yang telah disiapkan didoakan dan kemudian dipersembahkan pada mesbah yang ada di bawah sebatang pohon beringin besar. Darah sembelihan kemudian diperciki pada hulu hasil yang ada.
Upacara adat syukuran panen ini, biasanya dilakukan oleh orang Timor dalam memasuki musim panen, bersyukur kepada Allah sang pemberi rejeki atas hasil panenan yang melimpah sembari memohon berkat atas tanaman untuk musim tanam mendatang. Prosesi upacara adat ini, diawali dengan doa yang dilakukan oleh tetuah yang telah ditunjuk (Ana,am Nes).Korban-korban berupa ternak sapi dan babi serta hulu hasil yang telah disiapkan didoakan dan kemudian dipersembahkan pada mesbah yang ada di bawah sebatang pohon beringin besar. Darah sembelihan kemudian diperciki pada hulu hasil yang ada.
Upacara
Adat Ote Naus
Upacara adat yang satu ini biasa dilakukan oleh masyarakat adat Timor untuk mendeteksi lawan / musuh sebelum melakukan perlawanan. Sarana yang digunakan adalah sebilah tombak yang diarahkan ke tiang pancongan kemudian mendepa dan apabila depaan tangan mencapai tiang pancongan, maka itu menandakan ada keberuntungan, dan sebaliknya manakala tangan tidak mencapai tiang pancongan, menandakan ketidakberuntungan, dan itu berarti masih ada sejumlah kendala yang perlu dibenahi dengan cara naketi.
Upacara adat yang satu ini biasa dilakukan oleh masyarakat adat Timor untuk mendeteksi lawan / musuh sebelum melakukan perlawanan. Sarana yang digunakan adalah sebilah tombak yang diarahkan ke tiang pancongan kemudian mendepa dan apabila depaan tangan mencapai tiang pancongan, maka itu menandakan ada keberuntungan, dan sebaliknya manakala tangan tidak mencapai tiang pancongan, menandakan ketidakberuntungan, dan itu berarti masih ada sejumlah kendala yang perlu dibenahi dengan cara naketi.
Photography: Leonardus Nyoman